Harianpadang.com-Saya tak henti-henti mikir negara. Padahal politisi bukan, pejabat
apalagi. Saya rakyat biasa. Karena ilmu cetek, itulah gegabah banget
saya bilang negeri ini makin karut-marut.
Entah situasi ini kok
ingatkan saya pada Umar bin Abdulazis (UBA). Saat hendak jadi khalifah,
negara kisruh salah urus. Karena ingin langgeng, Bani Umayah ber-KKN
suburkan “ternak pejabat”. Siapa dekat, dia kuasa. Hukum dan keadilan
ambruk. Fitnah meruyak, rakyat pun makin susah.
Kisah diawali
mimpi shohibnya. Meski tak gubraaak, UBA tetap menangis. Dalam mimpi
itu, Rasulullah SAW berpesan pada Umar bin Abdulazis:"Saat urus umat,
lihat kanan kiriku. Di kanan Abu Bakar ra. Di kiri Umar bin Khatab ra."
UBA
menangis karena mimpi itu isyarat dia jadi khalifah. Usai dibaiat di
Masjid Nabawi, UBA langsung jumpai isterinya: “Wahai Fatimah isteriku,
masihkah engkau ingin jadi isteriku? Jika iya, kumpulkan semua perhiasan
yang engkau sukai kecuali mahar kawinku. Lalu serahkan ke Baitul Maal”.
Kebijakan
kedua, UBA memangkas semua fasilitas yang diterima keluarga Bani Umayah
dari negara. Untuk itu Bani Umayah mengirim 'bibi' yang dekat dengan
UBA. Apa jawaban UBA: “Jika masih punya waktu, aku akan bawa petinggi
Bani Umayah ke pengadilan”.
Kebijakan ketiga, UBA memecat dua
gubernur. Karena upeti meruah-ruah, dua gubernur ini jadi kesayangan
kerajaan. Di mata rakyat, gubernur ini justru biang kerok.
Kebijakan
awal copoti hak privellege kerajaan, ini langkah taktis strategis.
Benahi organisasi apalagi negara, memang mulai dari atas. Kepala beres,
yang lain maaah jadi mudah. “Hebat ini UBA”, saya berdecak kagum.
Kebijakan
keempat, UBA terjun ke pasar. Pedagang dibenahi kejujurannya. Korma
baik jangan dioplos dengan yang buruk. Ini ingatkan kakeknya, Umar bin
Khatab ra, yang selalu sidak pasar. Bukan cuma saat kampanye, bung!
Kebijakan
benahi atas dan pasar, otomatis redupkan syahwat curang. Keadilan mulai
ditegakkan. Frustasi masyarakat otomatis berganti jadi gairah. Dalam
hal KKN, maka Uba pun membaat habis kroni sekelompok orang yang
bergelayut di sekitar kekuasaan (kroni penguasa).
Betul saja. Pada suatu waktu, datanglah utusan gereja. Dia mengadukan
soal penggunaan tanah yang diserobot secara sewenang-wenang. Katanya,
“Sebelum anda jadi khalifah, tuanku, sebagian tanah kami diserobot
dijadikan masjid."
Maka dengan segera UBA panggil pengurus
masjid. Perintahnya terang dan tegas: “Jika tak kembali haknya, kuseret
engkau ke pengadilan!"
Suatu saat datanglah rombongan warga yang
lain. Saat yang muda hendak bicara, UBA persilakan yang lebih tua.
“Tuanku, jika usia jadi ukuran. Tentu masih banyak yang lebih layak jadi
khalifah ketimbang tuanku”, ujar utusan yang masih muda belia.
Tak
lama datanglah seseorang sambil membawa anggur. UBA minta utusan itu
menjual anggur. Hasilnya berikan pada kuda yang terengah-engah dipacu.
UBA
mendengar ada pasukan yang dicungkil matanya pertahankan akidah. UBA
pun menulis surat pada Kaisar Roma. Isinya: “Jika tak kembalikan
pasukanku, maka akan aku kirim pasukan yang belum pernah ada. Panglimaku
sudah sampai kota Rum. Tapi ujung pasukanku masih ada di Madinah”.
Suatu
malam UBA mengendap-endap di tenda dagang khafilah. “Daerah yang aku
lalui dalam kondisi baik. Rakyat bisa hidup lebih baik. Bahkan dengar
kabar domba pun tak lagi disergap serigala”, jawab mereka.
Segera
UBA menyelinap keluar sambil cucurkan air mata. Jika betul domba tak
lagi diterkam serigala, artinya keadilan mulai tegak. Ini sunatullah,
misterinya punya Allah semata.
Esoknya dia panggil asistennya. UBA bertanya: “Bagaimanan kondisi umat hari ini yang engkau lihat?”
“Semua
baik, kecuali tiga hal. Anak isteri tuanku, kuda tuanku, dan aku
pembantu tuanku”, jawabnya. Begitu perhatian pada umat, UBA pun tak
konsen pikirkan keluarga, kuda, dan pekerjanya.
Tak lama
memerintah, UBA pun dijelang ajal. Kebijakannya memutus fasilitas Bani
Umayah, berakhir racun. Pembantunya yang justru meracuni, diiming-imingi
seribu dinar.
“Ambil seribu dinar itu, serahkan ke Baitul Maal”, pesan UBA pada pembantunya.
UBA
adalah keajaiban, anugerah Allah SWT. Dirinya tegas, adil, dan tak
kompromi. Ini tak ditempa dari zuhud. Sebelum jadi khalifah, UBA
dilimpahi kemewahan dan kekuasaan. Dari kemegahan itu, UBA justru
diantar jadi hamba yang mulya.
Penghasilan sebelumnya 40.000
dinar per tahun. UBA kenakan pakaian termahal, wewangian terhebat, rumah
megah, kuda termahal. Tapi ketika menjadi pemimpin dia ubah semua. Tak
ada lagi pemasukan tahunan.
Justru ketika jadi penguasa, sosok
UBA berubah total. Hartanya yang melimpah kemudian diserahkan ke Baitul
Maal. Rumah megahnya kini malah terbuat dari tanah. Singgasananya cuma
sepotong kayu yang diletakan di atas tanah. Perubahan ini terjadi pada
UBA yang menjadi raja diraja, orang terkaya, dan menggemgam kekuasaan
tertinggi dalam usia sangat muada, 35 tahun.
Bahkan ketika ada
wanita berkulit hitam yang ingin minta bantuan dan datang ke rumahnya
sempat berkata tak percaya bila si tuan rumah adalah pemimpinnya.
Katamya, “Mana mungkin saya bisa minta bantuan bangun rumah dari orang
yang rumahnya bobrok dan berantakan ini.”
Masa pemerintahan UBA memang singkat, cuma 2 tahun 5 bulan. Dalam masa
pendek itu, kemiskinan dihapus. Bukan semua jadi kaya. Tapi penduduk
negeri berkata: “Kami ihlas, kami rela punya pimpinan seperti UBA. Kami
tak akan lagi meminta-minta. Karena khalifah pun tak lebih baik
ketimbang kami.”
Kaya miskin memang bukan tentukan saleh
tidaknya. Sejak jadi khalifah, relung hati UBA bergetar: “Siapa yang
akan bebaskan aku di hari kiamat dari tuntutan orang kelaparan, rintihan
orang sakit, derita perempuan teraniaya ditinggal mati suaminya, dan
jeritan anak-anak yatim dan miskin”.
Maka tiap kembali ke rumah,
UBA selalu menangis di atas sajadahnya: “Ya Ummati, Ya ummati”. Dari
orang yang dulu sempat kaya raya dan kemudian menjadi penguasa
(khalifah), UBA wafat dengan hanya meninggalkan 40 dinar saja.
Kabar
meninggalnya sang Khalifah pun sampai ke telinga Paus yang ada di Roma
(Vatikan). Paus pun menulis surat berisi kesan dia mengenai UBA. Surat
itu berbunyi singkat saja: “Telah wafat seorang raja yang amat bijaksana
yang pernah ada di muka bumi ini.”
Saya merenung lagi. Mungkinkah di Indonesia lahir seorang pemimpin seperti Umar bin Abdulazis?
Wallahu’alam.(m Subarkah)
About Author
The part time Blogger love to blog on various categories like Web Development, SEO Guide, Tips and Tricks, Android Stuff, etc including Linux Hacking Tricks and tips. A Blogger Template Designer; designed many popular themes.
Advertisement
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar